Banyak orang pintar di dunia ini, namun
hanya sedikit yang mau untuk menyalurkan ilmu yang di kuasainya. Melalui
artikel ini, sepenggal pesan dan kata – kata akan kami sampaikan atas apa yang
kami peroleh.
Seorang traveller yang cerdas, akan
membuat yang tidak bisa dilakukan menjadi hal yang bisa, memanfaatkan alam yang
tersedia untuk belajar dengan keterbatasan. Otak secara tidak sadar dan
otomatis akan terbiasa untuk merekam segala aktivitas yang kita lakukan secara
berulang, dan apalagi jika itu suatu hal yang positif, sudah terbayang bukan?
31 Maret 2017 tepat seminggu dari
sekarang kami melakukan kunjungan wisata di kota kami sendiri, kota Malang. Dan
ini bukan tempat tujuan sebenarnya, yang sebelumnya sudah kami jadwalkan
bawasannya pada hari itu, banyuwangi adalah hal yang kami impikan. Tapi semua
kembali ke prosedur awal pembentukan komunitas ini. Kebersamaaan dan
kekeluargaan adalah satu kesatuan yang saling mengikat, dan itu adalah hal yang
harus ada dalam setiap kunjungan.
“tempat dan destinasi bukan opsi pilihan, namun
dengan siapa kalian berlibur adalah hal yang lebih penting untuk dapat mengerti
arti dari kebersamaan dan kekeluargaan.”
8 orang dengan 4 kendaraan bermotor kami
berangkat ke destinasi baru yang berada di Malang. Pantai “Watu Leter”
masyarakat Malang menyebutnya. Pantai lagi?? Haha, Malang memang terkenal
dengan destinasi pantai yang tiada duanya. Di seluruh pelosok kota ini hampir
memiliki keindahan alam yang khas. Balekambang, Goa Cina, Sendiki, 3 Warna,
merupakan pantai yang mainstrem dari kota ini. Dan keindahan alam itu sudah
dikategorikan instragamble di media sosial. Namun bagaimana dengan watu
leter???
Tepat pukul 00.00 kami sudah tiba di
lokasi, hal yang sangat wajar akan tiba pada jam tengah malam. Beberapa wisatawan
lain juga bermalam dengan menikmati keindahan malam itu. 1 buah tenda sudah
lebih dari cukup bagi kami, wajar saja beberapa anggota dari kami memang
memiliki kebiasaan tidur tidak tepat waktu. 10 ribu adalah tiket masuk ke
pantai “watu leter” plus ditambah 5 ribu per motor. Hampir seluruh destinasi
wisata pantai yang ada di Malang dikenakan tarif sedemikian. Sudah merupakan
kebijakan yang ada mungkin.
Suara seruan masyarakat sekitar di pagi
hari membangunkan kami dari tidur. Memang waktu yang sangat potensial ketika
seseorang hendak mencari ikan. Ketika air surut adalah waktu yang tepat dalam
memburu ikan. Namun kebanyakan masyarakat setempat menggunakan cara yang unik
dalam memburunya. Memanfaatkan seutas tali dan umpan ikan” kecil untuk
mengailnya, menaruh umpan ditengah laut dan meletakkan tali di bantaran pantai.
Hanya menunggu beberapa menit, umpan yang ia pasang sudah di mangsa ikan” di
laut. Kreativitas dan kesabaran adalah pembelajaran baru bagi kami.
Masyarakat sekarang memang perlu belajar
dari hal” yang sederhana, bukan hasil yang perlu kita dapatkan. Namun proses
adalah hal yang lebih penting. Kepiawaian seseorang, kesabaran, keteladanan,
ketelitian adalah kunci kesuksesan dari seseorang. Kegiatan semacam itu
dilakukan warga setempat sepanjang pagi. Bayangkan, demi sesuap nasi ia perlu
bangun selarut mungkin, membuat alat sederhana dalam mencari ikan, menaruhnya
di tengah laut tanpa ada sarana yang membawanya. Tentu bukan cara yang instan,
bukan??
“bukan
cara yang instan yang kami perlukan, namun proses lebih diunggulkan dalam mewujudkan,
percayalah masih ada cara pintas untuk pencapaian.
No comments:
Post a Comment