BUAH PANTANGAN "KI AGENG TUMPANG"

“BUAH PANTANGAN KI AGENG TUMPANG”
Bicara mengenai destinasi wisata pantai memang tidak akan ada habisnya. Kali ini kami akan berbagi cerita dan pengalaman dalam perjalanan ke enam "Jejak Panorama". Bertepatan pada tanggal 24 februari 2017 merupakan pembelajaran yang tidak kami dapatkan di lingkungan kampus. Tulungagung menjadi tujuan kami selanjutnya, setelah sebelumnya mengulas sejarah yang ada di tanah kelahiran presiden RI yang pertama, kota Blitar. Sepuluh orang dengan menggunakan lima kendaraan roda dua mengawali perjalanan dari bumi arema. 


Perjalanan menuju kota Tulungagung kami tempuh dalam waktu lima jam dengan rute Malang-Blitar-Tulungagung. Tepat pukul 16.00 dengan diguyur rintik air hujan, kami berangkat dari kota Malang dan sampai di lokasi pukul 21.00. Tidak banyak kata-kata, setibanya disana kami mencari tempat untuk mendirikan rumah kecil (tenda) di pinggiran pantai.


Untuk memasuki lokasi dikenakan biaya relatif murah, cukup dengan membayar 5000 rupiah untuk setiap motor dan 5000 rupiah untuk setiap wisatawan. Karena kami tiba jam 9 malam, sedangkan peraturan disana tertulis bahwasannya untuk hari-hari biasa loket pembayaran dibuka mulai pukul 06.00-16.00, tetapi jika akhir pekan dibuka 24 jam.

Dua pasang tenda sudah didirikan ala kadarnya dan ditemani secangkir kopi hitam serta tumpukan api unggun bersama suara desiran ombak yang semakin melengkapi indahnya malam. Alunan musik tahun '60 an turut serta mendampingi kebersamaan di kesunyian malam itu. Rasa letih yang kami rasakan dalam perjalanan seakan sirna seketika.

Malam semakin larut, tetesan air hujan menjadikan penutupan termanis dikala kebersamaan ini sedang terjalin begitu eratnya. Satu per satu peralatan kami kemas, hanya api unggun yang perlahan mulai padam diguuyur air hujan yang turun di waktu tengah malam. Dalam hitungan detik semua sudah terbuai dalam tidur panjangnya di dalam tenda yang sudah kami dirikan sebelumnya.



Kedung tumpang terkenal akan indahnya batu karang yang menghiasai sisi pantai itu, selain itu pula dalam satu lokasi terdapat pemandangan alam yang tidak kalah menarik. Disana anda juga akan menjumpai air terjun yang terdapat beberapa ratus meter dari lokasi pantai. Dan wisatawan tidak akan melewatkan keindahan air terjun tersebut.

Asal mula nama kedung tumpang pertama kali di termukan oleh pelancong dari Jakarta yang singgah di kota Tulungagung, (Ki Ageng Tumpang). Beliau di kala itu hanya sekedar untuk berlibur di rumah saudaranya yang berada di Tulungagung, sembari mengisi waktu luang akhirnya ia pergi ke suatu tempat untuk memancing. Dan disaat itulah ia menemukan tempat (pantai) yang masih terjaga kelestarian alamnya dan hanya sedikit yang mengetahui tempa itu.

Pantai itu sangat unik,  karena didalamnya banyak sekali ditemui hamparan batu karang dan juga adanya sebuah kolam di dataran pantai yang menjorok kedalam. Itu sebabnya mengapa pantai ini disebut dengan pantai kedung tumpang. Kedung yang artinya “Kolam” dan Tumpang artinya “tindihan”. Batu karang lah yang menjadi icon tempat wisata ini.


Sedikit himbauan kepada wisatawan yang hendak berkunjung ke tempat lokasi, bawasannya patuhilah semua aturan yang berlaku, patuhi semua saran dari masyaratakat setempat. Dan satu hal di pantai ini ana syarat khusus yang lebih tepatnya “pantangan” bagi wisatawan, untuk tidak membawa buah jeruk saat hendak ke pantai. Ombak laut sangat senstitif dengan aroma jeruk, dan ini adalah mitos yang masih di pertahankan hingga sekarang. Mengingat jumlah korban yan terus ada karena mengabaikan arahan dari petugas dan juga peraturan setempat.